Jumat, 28 September 2012

BIROKRASI PEMERINTAHAN; Definis Birokrasi

Dalam bidang publik konsep birokrasi dimaknai sebagai proses dan system yang diciptakan secara rasional untuk menjadim mekanisme dan system kerja yang teratur, ppasti dan mudah dikendalikan.

Sedangkan dalam dunia bisnis, konsep birokrasi diarahkan untuk efisiensi pemakaian sumberdaya dengan pencapaian output dan keuntungan yang optimum.

Secara bahasa, istilah Birokrasi berasal dari bahasa Prancis, bureau yang berarti kantor atau meja tulis, dan kata Yunani, kratein yang berarti mengatur.

Bureaucracy refers to a particular form and style of administrative organization. Although it has been subject to strong criticism for a long time, bureaucracy and its variants can still be found in a large number of organizations. (Peter M. Blau dan Marshal W. Meyer).

Birokrasi adalah tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administrative dengan cara mengkoordinasi secara sistematis teratur pekerjaan dari banyak anggota organisasi.

Orang-orang yang bekerja dalam birokrasi pemerintahan bekerja secara professional. Mereka diangkat dan diupah untuk menduduki jabatannya di lembaga pemerintahan yang telah ditetapkan tugasnya dari atasannya. Dasar pemilihan personel birokrasi biasanya dilandaskan pada keterampilan dan kepandaian yang dimiliki oleh seorang untuk menjalankan tugas tertentu.

Sebagaimana dapat dilihat di banyak buku mengenai birokrasi bahwa cirri pokok dari struktur birokrasi seperti yang diuraikan oleh Max Weber sebagai berikut:
Birokrasi adalah system administrasi rutin yang dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara tertentu, didasarkan aturan tertulis, oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.



Dengan pengertian yang hampir sama, Rourke (1978) mensarikan:
Birokrasi adalah system administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam system hirarchi yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis (written procedures), dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang-orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian di bidangnya.

Yang menjadi ciri dari birokrasi adalah adanya sebuah pembagian kerja secara hirarkis dan rinci yang didasarkan pada aturan-aturan tertulis yang diterapkan secara impersonal, yang dijalankan oleh staff yang bekerja secara full time, seumur hidup dan professional, yang sama sekali tidak turut memegang kepemilikan atas ‘alat-alat pemerintahan’ atau pekerjaan, keuangan jabatannya. Mereka ini hidup dari gaji, dan pendapatan yang diterimanya tidak didasarkan secara langsung atas dasar kinerja mereka.

Dari dua pendapat di atas, definisi yang digunakan dalam buku ini adalah:
Tata kerja pemerintahan agar tujua Negara bisa tercapai secara efektif dan efisien. Sebagai suatu cara atau metode, maka sikap kita terhadap birokrasi haruslah obyektif, terbuka terhadap inovasi sesuai dengan kebutuhan konteks ruang dan waktunya. Sebagai sebuah cara atau metode pengorganisasian kerja, birokrasi tidak boleh menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Birokrasi ada untuk mencapai tujuan bersama.

Birokrasi adalah organisasi yang melayani tujuan, dan cara untuk mencapai tujuan itu ialah dengan mengkoordinasi secara sistematis.

Rod Hague menyatakan bahwa birokrasi ada karena adanya kebutuhan akan sebuah organisasi yang bisa mengelola Negara modern. Dikatakan, bahwa tugasnya adalah organizing and administering modern states is a massive process that requires skill, experience and expertise.

Tentu saja dalam dunia pemerintahan modern pengelolaan Negara modern merupakan sebuah proses yang membutuhkan keterampilan, pengalaman dan keahlian. Dan kebutuhan itu, hanya bisa dijalankan oleh birokrasi yang modern pula.

Berikut ini dikutip beberapa makna definisi birokrasi dalam dunia pemerintakan menurut beberapa ahli.

Menurut Rod Hague dkk (1993) mengatakan bahwa birokrasi itu adalah institusi pemerintahan yang melaksanakan tugas Negara. “The bureaucracy is the institution that carries out the functions and responsibilities of the states. It is the engine-room of the states”.

Berbeda dengan Weber, Karl Max melihat birokrasi dalam konteks pertentangan kelas dalam tahap perkembangan kapitalisme, Weber mengupas birokrasi dalam konteks teorinya tentang kewenangan (authority).

Sementara Pfiffner & Presthus (1960, 40) mendefinisikan birokrasi “adalah suatu system kewenangan, kepegawaian, jabatan dan metode yang dipergunakan pemerintah untuk melaksanakan program-programnya”.

Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administrative yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Birokrasi mengatasi masalah dalam organisasi, yakni bagaimana memaksimalkan efisiensi dalam organisasi, bukan hanya mengatasi masalah-masalah individu saja.

Tahun 1910, Ramsay Muir mengatakan bahwa birokrasi berarti penyelenggaraan kekuasaan oleh administrator yang professional. Pengertian ini ditarik dari praktek pemerintahan Inggris pada awal abad ke 19. Bagi Ramsay Muir, keberadaan dan kejayaan Inggris Raya mendapat dukungan paling kuat dari birokrasi.

Dengan penerapan biroklasilah Negara tersebut bisa berkembang dan menguasai beberapa Negara jajahannya. Dikatakan kokohnya administrasi dan aturan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Inggris adalah berkenaan dengan jabatan besar yang permanen tersebut yang melaksanakan tugasnya secara disiplin dan impersonal.

Dapat dikatakan bahawa Max Weber-lah yang memberikan uraian penggambaran yang jelas tentang posisi dan fungsi birokrasi dalam kehidupan modern yang lebih akademis. Pada umumnya, para ilmuwan politik setuju bahwa Max Weber yang terutama menjadi pelopor paling penting dalam pemberian arti ‘birokrasi’ secara modern sebagaimana yang wujudnya bisa kita lihat dalam berbagai institusi birokrasi saat ini.

Dalam pemikiran Max Weber, birokrasi ditempatkan dalam kerangka proses rasionalisasi dunia modern. Bahkan, Weber memandang birokrasi rasional sebagai unsure pokok dalam proses rasionalisasi dunia modern, yan gbaginya jauh lebih penting dari seluruh proses social. Proses rasionalisasi ini mencakup ketepatan dan kejelasan yang dikembangkan dalalm prinsip-prinsip kepemimpinan organisasi social.

Berdasarkan konsepsi legitimas ini, Weber kemudian merumuskan delapan proposisi tentang penyususnan system otoritas legal, yakni:
a. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan.

b. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang yang berbeda sesuai dengan fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat tertentu.

c. Jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak control dan pengaduan (complaint).

d. Aturan disesuaikan dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam hal tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan.

e. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi.

f. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya.

g. Administrasi didasarkan pada dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organsisasi modern.

h. System otoritas legal memiliki berbagai bentuk, tetapi dilihat pada aslinya, system tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.