Sabtu, 20 November 2010

KYBERNOLOGY

RODA KEMUDI KAPAL SANG KYBERNAN

Ribuan tahun sebelum Tarikh Masehi…teknologi mobilitas tertinggi adalah teknologi pelayaran mengarungi samudera raya, tanpa kompas magnetic atau elektronik seperti sekrang. Keberanian dan kecakapan puncak sang nahkoda adalah keberanian dan ketermapilan mengarungi lautan dan mengemudikan kapal di tengah badai dan topan dengan selamat ke seberang. Ia harus pandai membaca isyarat alam, membaca tanda-tanda zaman. Keberanian dan kecakapan itu didukung oleh keluhuran budi dan kearifan jiwa, dengan menjunjung tinggi kaidah-kaidah keselarasan dengan alam: etika bahari, rerambu samudera.
Jika petaka tak terduga tiba, dan kapal tertimpa bencana, yang terlebih dahulu diselamatkan adalah kaum terlemah, bayi dan perempuan, orang sakit dan penumpang, ABK kemudia, terakhir sang nahkoda, itu pun jika ada kesempatan. Jika tidak, ialah juru selamat, ia martyr, ialah tumbal, ialah korban, ialah pahlawan! Kybernan!
Demikianlah sejak ratusan tahun yang lalu, di bahu kiri dan kanan setiap anggota jajaran pemerintahan pamong praja Indonesia tersandang sepasang tanda pangkat berbentuk roda kemudia kapal, lambing kewajiban menyelamatkan rakyat.
Tanpa diduga, tanpa dinyana, perubahan pun terjadilah. Sejak akhir decade enam puluhan, rezim daratan berkuasa di Indonesia. Budaya bahari terpinggir, etika samudera tersingkir, budaya alun-alun berjaya, posisi pohon beringin pun terangkat.
Beringin, lambang kerajaan, Sabdo ratu pandito, mikul duwur mendhem jero. King can do no wrong! Bendera pengayoman berkibar. Pohon beringin yang dingin, tempat beragam binatang bersarang dan berpora ria, namun tiada sebuah tunas pun bias hidup di bawah dan sekitarnya. Pohon beringin sebagai salah satu tanda kehadiran kekuasaan para bupati zaman feudal. Lambing budaya pedalaman. Ketika krisis ekonomi menerpa pada bagian kedua tahun sembilan puluhan, demi keselamatan raja, ratusan juta rakyat harus dikorbankan! Emas dan intan, jiwa dan raga wajib dipersembahkan demi kelanggengan tahta. Hidup raja!
Namun, di bawah tanah, beribu cacing yang dahulu terinajak-injak, mengerang didera tersayat, bangkit mengeliat, melawan angkara murka. Itulah lascar promethan. Yang oleh Riantiarno disebut Semar,
dia adalah semar:

tidak jauh tidak dekat tapi ada
selalu bijak serba mengalah
penuntun arif, pengobral maaf
dia lemah sekaligus kuat
begitu sifat dasar rakyat
tapi jangan coba bikin murka
sebab dia maha kekuatan itu
yang menggempur tak pandang bulu

dia adalah semar

dia badai dan topan itu
yang menggeliat karena gencetan
yang bergerak karena penindasan
yang menggilas karena hinaan
yang sanggup mengubah roda zaman
rakyat jelata di mana saja…
Tatkala Osborne dan Gaebler menulis tentang fungsi pemerintahan masa depan dengan salah satu dalilnya, “lebih baik mengemudikan ketimbang mendayung”, langkah menjadi pasti, untuk back to basic, kembali pada roda kemudi, masa beringin sudah berakhir, mari kembali ke budaya bahari. Sebab:
musim pancaroba yang dahsyat
samudera menggelora, langit hitam pekat
menggulung cakrawala tak terbatas

seorang Begawan dambaan rakyat
tegak di belakang kemudia pinisi nusantara
begawan yang selalu waspada akan bahaya
nasib seluruh penunpang di tangannya
tidak boleh spekulasi, tidak boleh untung-untungan
harus berperhitungan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar