Battle of ground isu-isu ekonomi
perdagangan akan melibatkan tiga sisi kekuatan dan kepentingan yang dalam
banyak hal saling bersaing, yakni:
- Perselisihan pertama terjadi antara negara maju dengan negara sedang berkembang dan kurang berkembang. Misalnya alotnya negosiasi tarif dalam WTO di bidang pertanian (agriculture), merefleksikan betapa kuatnya benturan kepentingan-kepentingan antarpihak sekaligus memberikan sinyal bahwa kepentingan-kepentingan nasional tetap menjadi prioritas dalam ekonomi politik internasional dan global.
- Perselisihan kedua adalah antara perusahaan-perusahaan multinasional dengan host nations. Di kalangan ilmuwan sosial masih memperdebatkan MNC dan TNC. Paul Hirts dan Grahame Thompson, mengemukakan bahwa pergerakan-pergerakan perusahaan sekarang ini dikuasai oleh MNC dan bukannya TNC. TNC sebagai perusahan yang tidak lagi terikat pada perusahaan induk di negara asalnya, mempunyai mobilitas yang tinggi untuk berpindah dari satu negara ke negara lain. MNC di sisi lain, masih mempertahankan negara induknya dan karenanya perusahaan yang beroperasi di luar negeri dapat dikatakan “cabang”.
- Perselisihan ketiga, benturan kepentingan juga hadir di antara negara maju, seperti AS berseteru dengan Jepang menyangkut keseimbangan dagang. AS merasa telah membuka pasar kepada Jepang, tetapi perusahaan AS mengalami kesulitan menembus pasa Jepang yang sangat proteksionis.
William K. Tabb mengemukakan bahwa
persaingan antarperusahaan dari berbagai negara tengah berlangsung di pasar
serta dalam perselisihan antarpemerintah yang mencari keuntungan bagi
perusahaan-perusahaan mereka. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya pembayar
pajak serta pemilik tenaga kerja terbesar, melainkan juga pemberi dana kampanye
politik serta penyedia karier sampingan bagi pejabat serta birokrat terpilih.
Latar belakang inilah yang membuat para pemikir kritis melihat perdagangan
bebas lebih sebagai usaha negara maju untuk melanggengkan praktik imperialisme dan kolonialisme yang mulai memudar setelah Perang Dunia Kedua.
Faktor Penggerak
Dewasa ini, ekonomi dan perdagangan telah
menjadi semakin mengglobal. Setidaknya, itulah isitlah yang sering kita dengar
untuk menggambarkan fenomena dunia kontemporer yang ditandai oleh menyempitnya
ruang dan waktu, menipisnya batas-batas territorial negara bangsa/state
borderless. Suatu negara nasional tidak lagi dapat mengambil kebijakan tanpa
mempertimbangkan lingkungan ekonomi global. Inilah akibat langsung munculnya
interdependensi dunia, yang mendorong timbulnya perdebatan, yakni interdependensi
timbalebalik yang setara di antara kelompok-kelompok negara dan
kesalingtergantungan ekonomi yang mendorong proses globalisasi.
Pada yang pertama, hubungan-hubungan
asimetris akan memengaruhi hubungan-hubungan kekuasaan dan distribusi
sumber-sumber ekonomi. Jika hubungan ini terjadi, maka bukan interdependensi
yang muncul, melainkan suatu hubungan bergantung (dependent). Fair trade yang
seharusnya menjadi salah satu prinsip perdagangan bebas agar memberikan
kemakmuran bagi penduduk dunia hanya dinikmati oleh sedikit aktor khusunya
hanya oleh negara maju yang mendapatkan keuntungan besar.
Perdagangan Bebas dan Perdamaian
Menurut Martin Wolf, perdagangan bebas
merupakan cara paling baik dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran
rakyat. Dasar bagi dilaksanakannya perdagangan bebas adalah teori keuntungan
komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo. Teori keuntungan komparatif
menyarankan agar suatu negara mengkhususkan diri untuk memproduksi barang-barang
yang mempunyai ongkos paling rendah dibandingkan dengan negara lain berdasarkan
keuntungan komparatif yang diperolehnya.
Menurut teori perdagangan, impor adalah
baik. Negara-negara dunia ketiga harus meliberalisasi perdagangan dan bahkan
harus membuat tarifnya 0% untuk semua produk sebab dengan demikian mereka akan
membuka masyarakat yang miskin untuk mendapatkan produk-produk luar negeri yang
jauh lebih murah. Kedua, liberalisasi investasi dengan memperlakukan perusahaan
asing sama dengan perusahaan domestik akan membuka peluang investasi yang lebih
besar. Ketiga, penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi, pajak, dan
sebagainya. Keempat, liberalisasi di negara-negara industri maju akan membuka
akses pasar Negara Dunia Ketiga dan akan meningkatkan pemasukan mereka melalui
ekspor.
Kritik pada Perdagangan Bebas
Dari sepak terjangnya selama ini, WTO
menjadi rezim perdagangan bebas yang tidak demokratis dan cenderung menjadi
alat negara maju untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi dan perdagangan
mereka.
Perdagangan bebas yang menyandarkan pada
teori keuntungan komparatif, ataupun neoliberalisme mempunyai cacat bawaan. Ini
karena asumsi-asumsi dasar yang dibangun oleh kerangka teoritik atau ada yang menyebutnya kerangka ideologis
gagal dipenuhi. Pertama, jika memang suatu negara harus mengkhususkan diri pada
produk yang mempunyai faktor endowements paling bagus mengapa sekarang ini negara-negara di dunia tidak melakukan hal tersebut? Anggapan bahwa perdagangan
bebas akan mendorong perdamaian juga ahistoris dan akan terjebak ke dalam
mitos. Jika perdagangan memang menciptakan perdamaian, maka bagaimana para
pendukung perdagangan bebas ini menjelaskan masa kolonialisme dan imperialisme berabad-abad lampau.
Oleh karena itu, pada dasarnya, apakah
perdagangan global sekarang ini membawa perdamaian dan kemakmuran ataukah tidak
akan sangat ditentukan oleh seberapa besar perdagangan memberikan manfaat
kepada par partisipan baik negara maju maupun negara berkembang.
Bagaimana Isu Ekonomi-Perdagangan Disikapi?
Pertama, pentingnya kebijakan protektif
bagi industri dalam negeri terutama bagi negara-negara Dunia Ketiga. Kedua,
liberalisasi bertahap yang diberlakukan secara ketat, sebaliknya privatisasi
dan liberalisasi yang dilakukan secara serampangan justru merusak industri
dalam negeri. Ketiga, reformasi dalam tubuh WTO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar