Sabtu, 20 November 2010

KYBERNOLOGY; Ilmu Pemerintahan Baru

Bestuurkunde berasal dari dua kata Belanda: besturen (mengemudi); Inggris steering dan kunde (kepandaian; Inggris craft, skill). Bestuurkunde berkembang menjadi Bestuurwetenschap, Bestuurwetenschappen; weten mengetahui, wetenschap ilmu pengetahuan (tunggal), wetenschappen (jamak). Steering dalam bahasa Latin adalah gubernare, sedangkan dalam bahasa Gerika (Greece) kybernan. Gubernare berubah menjadi gubernantia (ML), dan dari sini terbentuk kata governance.
Bahasa Indonesia perintah terkait kata titah, menunjukkan hubungan kekuasaan vertikal dari-atas-ke-bawah antara gusti dengan kawula, berisi sabdo pandito ratu dalam sistem kerajaan. Kawula harus bersikap mikul dawur mendem jero terhadap gustinya. Jabatan sang gusti adalah anugerah, dan oleh karena itu membantah perintah pejabat berarti membantah sumber anugerah. Bagaimana kalau pejabat menyatakan bahwa jabatannya anugerah Tuhan? Dan bagaimana pula jika kawula juga mempercayainya?
Uraian di atas menunjukkan bahwa penerjemahan Bestuurkunde dan kemudian Bestuurwetenschap(pen) yang lahir dalam masyarakat Belanda atau demokratik menjadi Ilmu Pemerintah bagi bangsa yang menganut faham pemerintahan di atas, tidak tepat. Menurut tradisi akademik, sifat ilmiah suatu pengetahuan ditandai dengan kata logos atau -logy (-logi). Mengingat kata gubernare telah berkembang menjadi governance dan government, dan dalam Bahasa Indonesia telah menjadi gubernur, maka Kybernologi (kybernology) yang digunakan sebagai padanan Bestuurwetenschap(pen).
Jadi : Bestuurwetenschap(pen) = Kybernology

KYBERNOLOGY

RODA KEMUDI KAPAL SANG KYBERNAN

Ribuan tahun sebelum Tarikh Masehi…teknologi mobilitas tertinggi adalah teknologi pelayaran mengarungi samudera raya, tanpa kompas magnetic atau elektronik seperti sekrang. Keberanian dan kecakapan puncak sang nahkoda adalah keberanian dan ketermapilan mengarungi lautan dan mengemudikan kapal di tengah badai dan topan dengan selamat ke seberang. Ia harus pandai membaca isyarat alam, membaca tanda-tanda zaman. Keberanian dan kecakapan itu didukung oleh keluhuran budi dan kearifan jiwa, dengan menjunjung tinggi kaidah-kaidah keselarasan dengan alam: etika bahari, rerambu samudera.
Jika petaka tak terduga tiba, dan kapal tertimpa bencana, yang terlebih dahulu diselamatkan adalah kaum terlemah, bayi dan perempuan, orang sakit dan penumpang, ABK kemudia, terakhir sang nahkoda, itu pun jika ada kesempatan. Jika tidak, ialah juru selamat, ia martyr, ialah tumbal, ialah korban, ialah pahlawan! Kybernan!
Demikianlah sejak ratusan tahun yang lalu, di bahu kiri dan kanan setiap anggota jajaran pemerintahan pamong praja Indonesia tersandang sepasang tanda pangkat berbentuk roda kemudia kapal, lambing kewajiban menyelamatkan rakyat.
Tanpa diduga, tanpa dinyana, perubahan pun terjadilah. Sejak akhir decade enam puluhan, rezim daratan berkuasa di Indonesia. Budaya bahari terpinggir, etika samudera tersingkir, budaya alun-alun berjaya, posisi pohon beringin pun terangkat.
Beringin, lambang kerajaan, Sabdo ratu pandito, mikul duwur mendhem jero. King can do no wrong! Bendera pengayoman berkibar. Pohon beringin yang dingin, tempat beragam binatang bersarang dan berpora ria, namun tiada sebuah tunas pun bias hidup di bawah dan sekitarnya. Pohon beringin sebagai salah satu tanda kehadiran kekuasaan para bupati zaman feudal. Lambing budaya pedalaman. Ketika krisis ekonomi menerpa pada bagian kedua tahun sembilan puluhan, demi keselamatan raja, ratusan juta rakyat harus dikorbankan! Emas dan intan, jiwa dan raga wajib dipersembahkan demi kelanggengan tahta. Hidup raja!
Namun, di bawah tanah, beribu cacing yang dahulu terinajak-injak, mengerang didera tersayat, bangkit mengeliat, melawan angkara murka. Itulah lascar promethan. Yang oleh Riantiarno disebut Semar,
dia adalah semar:

tidak jauh tidak dekat tapi ada
selalu bijak serba mengalah
penuntun arif, pengobral maaf
dia lemah sekaligus kuat
begitu sifat dasar rakyat
tapi jangan coba bikin murka
sebab dia maha kekuatan itu
yang menggempur tak pandang bulu

dia adalah semar

dia badai dan topan itu
yang menggeliat karena gencetan
yang bergerak karena penindasan
yang menggilas karena hinaan
yang sanggup mengubah roda zaman
rakyat jelata di mana saja…
Tatkala Osborne dan Gaebler menulis tentang fungsi pemerintahan masa depan dengan salah satu dalilnya, “lebih baik mengemudikan ketimbang mendayung”, langkah menjadi pasti, untuk back to basic, kembali pada roda kemudi, masa beringin sudah berakhir, mari kembali ke budaya bahari. Sebab:
musim pancaroba yang dahsyat
samudera menggelora, langit hitam pekat
menggulung cakrawala tak terbatas

seorang Begawan dambaan rakyat
tegak di belakang kemudia pinisi nusantara
begawan yang selalu waspada akan bahaya
nasib seluruh penunpang di tangannya
tidak boleh spekulasi, tidak boleh untung-untungan
harus berperhitungan!

Jumat, 19 November 2010

MODEL MEKANISTIK, ORGANIK DAN KONTIGENSI DALAM DESAIN ORGANISASI


BAB I
PENDAHULUAN

Desain organisasi dikaitkan dengan pengambilan keputusan manajerial yang menentukan struktur dan proses yang mengkoordinasikan dan mengendalikan pekerjaan organisasi. Hasil keputusan desain organisasi adalah suatu sistem pekerjaan dan pengelompokkan kerja termasuk proses yang melingkarinya. Proses yang berhubungan ini termasuk hubungan wewenang dan jaringan komunikasi dalam kaitannya pada perencanaan spesifik dan teknik pengendalian. Sebagai akibat, desain organisasi akan berpengaruh pada pembentukan suatu superstruktur di dalam kerja dari organisasi tersebut.
Desain organisasi telah menjadi inti kerja manajerial karena usaha-uasaha sebelumnya untuk mengembangkan teori manajemen. Kepentingan keputusan desain telah menstimulasi minat yang besar atas topik bahasan. Manajer dan pakar teori perilaku organisasi dan peneliti telah berkontribusi terhadap apa yang disebut sebagai badan bacaan yang dapat dipertimbangkan. Manajer yang menghadapi perlunya mendesain struktur organisasi adalah pada posisi tidak kehilangan ide. Sangat berbeda, bahan desain organisasi telah mempunyai sejumlah ide yang menimbulkan konflik yakni bagaiaman suatu organisasi didesain mengoptimalkan efektifitas.
Cara manajemen mendesain organisasi harus mengingat dimensi struktur organisasi ini. Bagaiamana kombinasinya mempunyai dampak langsung atas efektivitas individual, kelompok dan organisasi itu sendiri. Manajer harus mempertimbangkan sejumlah faktor ketika mendesain organisasi, diantaranya satu yang sangat penting adalah teknologi, sifat kerja itu sendiri, karakteristik orang yang melakukan kerja, tuntutan lingkungan organisasi, keperluan untuk menerima dan memproses informasi dari lingkungan tersebut, dan keseluruhan strategi yang dipilih organisasi untuk berhubungan dengan lingkungan.
Untuk memehami hal yang dirasakan kompleks, harus menjelaskan mengenai dua model umum desain umum organisasi yakni model mekanistik dan organik.


BAB II
MODEL MEKANISTIK, ORGANIK, DAN KONTIGENSI
DALAM DESAIN ORGANISASI


2.1 MODEL MEKANISTIK
Merupakan desain organisasi menekankan pada kepentingan pencapaian produksi yang tinggi dan efisien melalui penggunaan aturan dan prosedur yang ekstensif, sentralisasi wewenang, dan spesialisasi tenaga kerja yang tinggi.
Empat prinsip fungsi manajemen organisasi menurut Henri Fayol yang relevan dalam memahami model mekanistik.
1. Prinsip Spesialisasi
Henri Fayol menetapkan spesialisasi sebagai alat yang terbaik untuk memanfaatkan individu dan kelompok individu. Metode ini seperti standar kerja dan studi gerak dan waktu, menekankan sisi dimensi teknis (bukan perilaku).

2. Prinsip Kesatuan Arah
Menurut prinsip ini, pekerjaan harus dikelompokkan menurut bidang spesialisasi. Perekayasa harus dikelompokkan dengan perekayasa, wirajual dengan wirajual, akuntan dengan akuntan. Dasar depatementalisasi yang relatif banyak mengimplementasikan prinsip ini adalah dasar fungsional.

3. Prinsip Wewenang dan Tanggung Jawab
Henri Fayol percaya bahwa seorang manajer sebaiknya diberikan wewenang yang cukup guna menjalankan tanggung jawab tugasnya. Karena tanggung jawab manajer puncak dipandang sangat penting bagi masa depan organisasi dibanding manajemen yang lebih rendah, penerapan prinsip tidak dapat dielakkan lagi mengarah pada wewenang sentralisasi. Wewenang sentralisasi memandang bahwa hasil secara logika bukan hanya karena tanggung jawab yang lebih besar dari manajemen puncak, tetapi juga karena kerja pada tingkat ini lebih komplek, jumlah pekerja yang terlibat lebih besar, dan hubungan antara tindakan serta hasil menjadi jauh.

4. Prinsip Rantai Berjenjang
Hasil yang wajar dalam mengimplementasikan tiga prinsip yakni suatu rantai hubungan berjenjang manajer dari wewenang yang paling tinggi hingga yang lebih rendah. Rantai berjenjang adalah rute semua komunikasi vertikal dalam organisasi. Semua komunikasi dari tingkat terendah harus melewati masing-masing atasan dalam suatu lintas komando. Bersamaa, komunikasi dari puncak harus melalui masing-masing bawahan sampai mancapai tingkat yang dituju.
Max Weber membuat kontribusi penting terhadap model mekanistik. Ia menjelaskan aplikasi model mekanistik dan istilah birokrasi.
Birokrasi mempunyai berbagai makna. Penggunaan tradisional adalah konsep ilmu politik kantor pemerintah tetapi tanpa partisipasi oleh pemerintah. Dalam istilah orang awam, birokrasi diartikan pada konsekuensi negatif dari organisasi yang lebih besar, seperti pita merah yang berlebih, keterlambatan prosedural, dan frustasi. Tetapi dalam pandangan Max Weber, birokrasi ditujukan pada cara tertentu dalam mengorganisis suatu kumpulan aktiivtas. Minat Weber dalam birokrasi mencerminkan kepeduliannya dalam hal cara masyarakat mengembangkan hirarki pengendalian sehingga satu kelompok bisa mendominasi kelompok lain. Desain organisasi melibatkan dominasi wewenang dimana wewenang mengkaitkan legitimasi untuk meminta kepatuhan dari pihak lain. Pencariannya akan bentuk dominasi yang berkembang di masyarakat menuntunnya untuk mempelajari struktur birokrasi.
Menurut Weber, struktur birokrasi adalah “superior dari bentuk lainnya dalam ketepatan, dalam stabilitas, dalam ketentuan disiplin dan kendalanya. Hal ini memungkinkan kemampuan perhitungan hasil yang tinggi bagi pimpinan organisasi dan bagi mereka jabatannya”. Birokrasi membandingkan pada organisasi lain “seperti mesin dengan moda produksi non mekanikal”. Kata ini menangkap esensi model mekanistik dari desain organisasi.
Untuk mencapai manfaat maksimum dari desain birokrasi, Weber percaya bahwa organisasi harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
  1. Semua tugas akan dibagi dalam pekerjaan-pekerjaan yang sangat spesialis. Melalui spesialisasi, pemegang kerja menjadi ahli dalam pekerjaan mereka, dan manajemen bisa meminta mereka bertanggung jawab atas efektivitasprestasi tugas-tugas mereka.
  2. Masing-masing tugas dikerjakan menurut suatu sistem dengan aturan abstrak untuk menjamin kesatuan dan koordinasi dari tugas-tugas yang berbeda. Rasionalnya dari praktik ini adalah manajer dapat menghilangkan ketidakpastian kinerja tugas karena perbedaan individu.
  3. Masing-masing anggota atau kantor suatu organisasi bertanggunga jawab atas kinerja pekerjaan untuk satu dan hanya satu manajer. Manajer memiliki wewenag mereka karena pengetahuan dan didelegasikan dari hirarki puncak. Rantai komando yang tetap ada.
  4. Masing-masing karyawan organisasi berhubungan  dengan karyawan lain, dan klien dalam bentuk non pribadi, sisi formal, menjaga jarak sosial dengan  bawahan dan pelanggan. Tujuan dari praktik ini adalah menjamin bahwa kepribadian dan favoritisme tidak mencampuri pencapaian efisiensi dari sasaran organisasi.
  5. Pekerjaan dalam organisasi yang birokratis didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi terhadap pemecatan sewenang-wenang. Hal yang sama, promosi didasarkan atas senioritas dan pencapaian. Kerja di organisasi dipandang sabagai karir jangka panjang, dan loyalitas tinggi dapat ditimbulkan.

Lima karakteristik birokrasi ini menjelaskan bentuk organisasi yang diyakini Henri Fayol lebih efektif. Baik fayol maupun Weber menjelaskan tipe organisasi yang sama, satu adalah berfungsi sebagai mesih untuk mencapai tujuan organisasi dalam bentuk yang sangat efisien. Jadi istilah mekanistik tepat untuk menggambarkan organisasi tersebut.
Model Mekanistik mencapai tingkat produksi dan efisiensi  yang tinggiu berkaitan dengan karakteristik:
  1. Sangat kompleks karena menekankan pada spesialisasi tenaga kerja.
  2. sangat tersentralisasi karena menekankan pada wewenang dan tanggung gugat (accountability).
  3. Sangat formal karena menekankan pada fungsi sebagai dasar departemen.

Karakteristik organisasi ini dan praktik menekankan pada penggunaan yang luas dari model organisasi. Tetpai model mekanistik bukan hanya satu-satunya yang digunakan.

2.2 Model Organik
Model organik dari desain organisasi berada dalam posisi yang bertentangan dengan model mekanistik berkaitan dengan perbedaan karakteristik organisasi dan praktik. Perbedaan yang sangat nyata antara dua model adalah konsekuensi dari perbedaan kriteria efektivitas yang masing-masing berupaya mencapai maksimalisasi. Sementara model mekanistik memaksimalkan efisiensi dan produksi model organik memaksimalkan kepuasan, fleksibilitas dan pengembangan.
Organisasi organik fleksibel terhadap perubahan tuntutan lingkungan karena desain organisasi organik mendorong pemanfaatan yang lebih besar dari potensi manusia. Manajer didorong memakai praktik yanbg memacu seluruh motivasi manusia melakukan desain pekerjaan yang menekankan pada pertumbuhan pribadi dan tanggung jawab. Pengambilan keputusan, pengendalian, dan proses penetapan sasaran desentralisasi dan disebarkan pada semua tingkat organisasi. Komunikasi mengalir ke seluruh organisasi, tidak begitu saja turun menurun garus komando. Praktik ini dimaksudkan untuk mengimplementasikan suatu asumsi dasar dari model organik yang menetapkan bahwa suatu organisasi  akan menjadi efektif pada suatu tingkat dimana struktur dipakai “untuk menjamin suatu probabilitas maksimum yang dalam seluruh interaksi dan hubungan dengan organisasi, masing-masing anggota, dengan latar belakangnya, nilai-nilai, keinginan dan harapan, kita meninjau pengalaman sebagai dukungan dan satu sisi untuk membangun dan menjaga harga diri dan kepentingan.
Suatu desain organisasi yang memberikan individu seperti harga diri dan motivasi serta kepuasan fasilitas, fleksibilitas dan pengembangan akan mempunyai karakteristik sebagai berikut:
  1. Hal ini relatif sederhana karena tidak menekankan pada spesialisasi dan menekankan pada peningkatan rentang pekerjaan.
  2. Relatif desentralisasi, karena menekankan pada delegasi wewenang dan peningkatan kedalaman pekerjaan.
  3. Relatif informal karena menekankan pada produk dan pelanggan sebagai dasar bagi departemen.


PERBANDINGAN
STRUKTUR MEKANISTIK DAN ORGANIK
Proses
Struktur Mekanistik
Struktur Organik
Kepemimpinan
Tidak ada rasa percaya dan keyakinan. Bawahan tidak merasa bebas mendiskusikanmasalah pekerjaan dengan atasan yang sebaliknya manarik ide da pendapat mereka
Memiliki rasa percaya dan keyakinan antara atasan dan bawahan dalam semua hal. Bawahan merasa bebas mendiskusikan dengan atasan yang sebaliknya menarik ide dan pendapat mereka
Motivasi
Langkah hanya fisik, keamanan, dan motif ekonomi melalui penggunaan sanksi dan ancaman. Sikap tidak mendukung pada organisasi terjadi diantara karyawan
Langkah penuh dengan motivasi melalui penggunaan partisipasi. Sikap lebih mendukung pada organisasi dan tujuan
Komunikasi
Informasi mengalir ke bawah dan cenderung terdistorsi tidak akurat, dan dipandang mencurigakan oleh bawahan
Informasi mengalir bebas ke seluruh organisasi, atas, bawah dan ke samping. Informasi akurat dan tidak distorsi
Interaksi
Tertutup dan terbatas. Bawahan hanya memberi efek yang kecil pada tujuan departemen, metode dan aktivitas.
Terbuka dan ektensif. Baik atasan dan bawahan dapat mempengaruhi tujuan, metode dan aktivitas.
Keputusan
Relatif sentralisasi. Terjadi hanya pada posisi puncak organisasi
Relatif desentralisasi. Terjadi pada semua tingkat melalui proses kelompok.
Penetapan Tujuan
Dilokasikan pada organisasi puncak, tidak mendorong partisipasi kelompok
Mendorong partisipasi dalam menetapkan sasaran yang tinggi dan realistik
Pengendalian
Sentralisasi. Penekanan pada bentuk menyalahkan atas terjadinya kesalahan
Tersebar di organisasi. Penekanan pengendalian sendiri dan pemecahan masalah.
Tujuan Kinerja
Rendah dan secara pasif dicari manajer, yang tidak menunjukkan komitmen atas pengembangan SDM organisasi
Tinggi dan aktif dicari atasan, yang memahami kebutuhan komitmen penuh untuk mengembangkan malalui pelatihan SDM organisasi.


2.3 Teori Desain Kontigensi
Kecenderungan terbaru dalam riset dan praktik manajemen adalah mendesain organisasi menjadi cocok dengan tuntutan situasi. Tuntutan situasi disebut kontigensi. Jadi tidak hanya mekanistik ataupun organik diperlukan suatu desain organisasi yang lebih efektif, juga dapat menjadi lebih baik tergantung dari situasi. Sudut pandang kontigensi memberikan kesempatan lepas dari dilema dalam pemilihan model mekanistik atau organik.
Esensi dari pendekatan desain kontigensi adalah diekspresikan dalam pertanyaan: dalam keadaan seperti apa dan situasi apa baik desain mekanistik dan organik relatif lebih efektif?
Jawabannya membutuhkan manajer yang mengekspresikan faktor-faktor dalam situasi yang mempengaruhi efektivitas desain tertentu. Jelasnya, pendekatan kontigensi adalah sangat ruwet karena itu perlunya mempertimbangkan faktor teknologi dan lingkungan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Desain organisasi telah menjadi inti kerja manajerial karena usaha-uasaha sebelumnya untuk mengembangkan teori manajemen. Cara manajemen mendesain organisasi harus mengingat dimensi struktur organisasi ini. Bagaiamana kombinasinya mempunyai dampak langsung atas efektivitas individual, kelompok dan organisasi itu sendiri. Manajer harus mempertimbangkan sejumlah faktor ketika mendesain organisasi, diantaranya satu yang sangat penting adalah teknologi, sifat kerja itu sendiri, karakteristik orang yang melakukan kerja, tuntutan lingkungan organisasi, keperluan untuk menerima dan memproses informasi dari lingkungan tersebut, dan keseluruhan strategi yang dipilih organisasi untuk berhubungan dengan lingkungan.
Untuk memehami hal yang dirasakan kompleks, harus menjelaskan mengenai dua model umum desain umum organisasi yakni model mekanistik dan organik.
Model mekanistik merupakan desain organisasi menekankan pada kepentingan pencapaian produksi yang tinggi dan efisien melalui penggunaan aturan dan prosedur yang ekstensif, sentralisasi wewenang, dan spesialisasi tenaga kerja yang tinggi. Model organik dari desain organisasi berada dalam posisi yang bertentangan dengan model mekanistik berkaitan dengan perbedaan karakteristik organisasi dan praktik. Perbedaan yang sangat nyata antara dua model adalah konsekuensi dari perbedaan kriteria efektivitas yang masing-masing berupaya mencapai maksimalisasi. Sementara model mekanistik memaksimalkan efisiensi dan produksi model organik memaksimalkan kepuasan, fleksibilitas dan pengembangan.
Selain dua teori di atas, muncul pula pendapat ketiga yakni teori desain kontigensi. Sudut pandang kontigensi memberikan kesempatan lepas dari dilema dalam pemilihan model mekanistik atau organik.
Seorang manajer, haruslah cakap menempatkan sesuatu begitupun dengan desain organisasi yang diterapkan harus sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan.

Kamis, 18 November 2010

MASYARAKAT KAWASAN KONSERVASI KAMPUNG CITALAHAB-KAB. BOGOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (Catatan Hasil Penelitian)

Moh. Muzayyin

Bogor, Indonesia
5 Septembr 2010.
Lokasi : Masyarakat Kp. Citalahab Desa Malasari Kec. Nanggeung Kab. Bogor
Objek : Masyarakat Kampung Konservasi TNGHS


Kampung Citalahab merupakan sebuah perkampungan kecil yang terletak di dalam kawasan TNGHS. Pada umumnya, masyarakat menggantungkan sumber nafkah dari hasil menjadi buruh pemetik teh di perkebunan Nirmala. Semua penduduk beragama Islam. Untuk anak usia sekolah para orang tua berusaha menyekolahkan anak-anaknya di SD dan di SMP Terbuka. Sangat jarang yang sampai ke tahap SMA, tapi ada pula yang sudah menjadi sarjana. Masyarakat yang berusia ≥20 tahun hanya berpendidikan SD, dan banyak pula yang berusia lebih dari itu tidak tamat SD, oleh karena itu ada saja anggota keluarga yang sudah berumur tidak bisa membaca huruf latin.
Para penduduk makan 2-3 kali sehari tergantung keinginan, jadi tidak ada paksaan dari kepala keluarga kepada anggota keluarganya untuk makan bersama, siapa yang lebih dulu lapar, dia boleh makan sesuai keinginan. Dalam hal sandang, lebih banyak masyarakat membeli baju baru pada saat menjelang hari raya Iedul Fitri. Minimal 1 kali dalam setahun. Ada penjual kredit yang berkeliling menjual pakaian. Para orang tua lebih cenderung mementingkan kebutuhan baju anak-anaknya. Dalam aktivias di dalam rumah, anggota keluarga memakai pakaian sederhana seadanya, kecuali untuk sekolah mempunyai seragam tersendiri,dan pula untuk bekerja di perkebunan, masyarakat memakai pakaian khusus yang serba tutup.
Pengobatan modern sudah tersedia di sekitar kampung ini walaupun jika ditempuh jalan kaki jaraknya cukup jauh. Namun apabila ada anggota keluarga yang sakit sambil diobati dengan obat-obatan kimia dari warung, sebagian ada yang meminta “air doa/jampi” ke sesepuh setempat. Dalam kondisi yang darurat dan penyakit yang parah, meskipun terletak di Kec. Nanggung Kab. Bogor, masyarakat cenderung mendatangi balai pengobatan yang ada di wilayah Kab. Sukabumi, seperti Kabandungan, Parakansalak, Parungkuda, dan Cibadak. Perlu diketahui bahwa di Cibadak terdapat RSUD Sekarwangi. Berdasarkan penuturan marasumber, terkadang ada ibu hamil yang sudah tidak bisa ditangani oleh “Mak Beurang” dibawa ke Sukabumi. Tapi karena jauhnya jarak, sehingga melahirkan di tengah jalan. Jadi alternatif memilih sarana pengobatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi penyakit dan keuangan.
Selain menjadi buruh pemetik teh, banyak pula yang memelihara ayam kampung. Juga sebagian ada yang mempunyai kolam ikan. Oleh karena itu, rata-rata 1-2 kali/minggu anggota keluarga menikmati telur yang dibeli dari warung. Kalupun ikan asin merupakan lauk yang sudah biasa dikonsumsi. Keluarga menghidangkan daging atau masakan yang terbilang “istimewa” dalam menghadapi hari besar keagamaan. Juga apabila ada tamu/pengunjung/wisatawan yang datang mereka menghidangkan makanan yang lain dari biasanya untuk menyambut para tamu.
Rumah berbentuk panggung yang lantainya dari papan. Adapun “talupuh (anyaman bambu)” untuk ruang tertentu, seperti dipan dapur. Dinding bilik dan juga ada yang papan pula. Hanya ada 1 rumah yang sudah permanent. Dalam setiap rumah mayoritas mempunyai kamar yang dikosongkan. Malahan ada masyarakat yang meskipun rumahnya panggung namun menyediakan kamar mandi yang dikeramik dan bertoilet duduk.
Dari semua responden, tidak ada yang mempunyai tabungan di Bank, selain karena kesulitan ekonomi, pemukiman yang terpencil merupakan salah satu penyebab utamanya. Jika pun menabung hanya di taruh ke dalam wadah saja. Untuk mendapatkan informasi masyarakat mengandalkan radio dan televisi bagi yang punya. Itu pun dinyalakan dengan tujuan awal mencari hiburan musik atau tontonan. Sesuai dengan medan yang berbukit dan berbatu, beberapa kepala keluarga dapat mengendarai sepeda motor.
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan agama, para ibu mengikuti pengajian setiap hari minggu pagi, dan para bapak para malam jum’at. Sedangkan anak-anak mengikuti pengajian setiap ba’da maghrib di mushola. Meskipun demikian, berdasarkan hasil pengamatan, kesadaran untuk melaksanakan ajaran agama tidak sepenuhnya dilaksanakan, hal ini terlihat dari sangat kurangnya kontrol sosial terhadap anggota masyarakat yang bermain dan bersinggungan dengan anjing.
“Perelek” dikeluarkan setiap bulannya sebanyak 2 liter beras dan sebagai substitusi Rp.10.000,- per KK.
Kampung Citalahab belum teraliri listrik PLN. Semenjak beberapa tahun lalu ada yang menyumbangkan turbin pembangkit listrik yang dirangkai di aliran sungai dengan kisaran watt yang berubah-ubah antara 1000-3000 watt. Sebuah turbin yang 1000 watt dialirkan ke enam rumah. Oleh karena itu peralatan elektronik sebagian warga rusak seperti tv dan magic jar. Oleh karena itu sekarang memakai cara lama yaitu di tungku.
Jika kampung daerah lain suka terlihat tempat pemandian dan mencuci umum di pinggiran aliran sungai, tapi hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di kampung Citalahab ini. Masyarakat sudah sangat jarang menggunakan air sungai karena sudah tercemar oleh kotoran limbah kerbau dari hulu. Oleh karena itu sebagai solusi dalam memenuhi kebutuhan MCK masyarakat menyelang dari mata air yang jaraknya sekitar 1 km.
Masyarakat Kampung Citalahab merupakan sudah bermukim dari dulu. Sebagai penduduk asli, meskipun berada dalam kawasan TNGHS tetapi pihak pengelola mengusir atau mengevakuasi penduduk. Di sini masyarakat tidak ada yang mempunyai sertifikat tanah, karena sudah barang tentu setiap jengkal tanah adalah termasuk taman nasional. Tetapi bangunan rumah tetap hak milik masyarakat. Oleh karena itu semenjak ditetapkannya perluasan kawasan TNGHS masyarakat di Citalahab tidak terkena dampak yang begitu besar.
Konflik pernah terjadi ketika ada warga yang menebang kayu dari TNGHS, setelah dipanggil dan diperingatkan secara tegas, sampai sekarang belum terulang kejadian serupa. Dengan adanya salah seorang warga yang menjadi pegawai honorer di TNGHS semakin memperkecil ruang konflik.
Antara pengelola dengan masyarakat terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Di satu sisi masyarakat tidak perlu pindah, dan disisi lainnya masyarakat menjadi pengontrol kawasan sekitar TNGHS dan menjadi kepanjangan tangan dari petugas jagawana. Masyarakat merasa bersyukur karena dengan dibukanya sebagian TNGHS manjadi kawasan ekowisata terdapat perubahan dalam bidang penghasilan, gaya hidup, wawasan keilmuan, dan lainnya. Melalui kegiatan yang dimotori oleh Yayasan Ekowisata Halimun dari tahun 1996-2002, masyarakat dibekali keterampilan dalam teknis guide, pengelolaan homestay, teknis menjamu tamu dan segala hal yang diperlukan masyarakat dalam ekowisata.
sampai saat ini belum pernah terjadi bencana alam seperti longsor maupun banjir, namun yang menjadi pengganggu adalah hama babi hutan yang merusak tanaman warga. Area persebaran hewan liar memang menyempit dengan adanya perkebunan teh di tengah kawasan TNGHS.
Kepadatan penduduk di kampung ini dibatasi sampai 30 KK. Hal ini mengingat apabila semakin banyaknya masyarakat yang bermukim, maka sedikit banyak akan berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis. Sampai sekarang bangunan rumah yang ada baru 17 buah. Bagi warga yang akan membuat bangunan baru harus atas izin dari pengelola TNGHS.
Berdasarkan apa yang dirasakan oleh masyarakat, tidak banyak terjadi perubahan yang berarti di kawasan taman nasional ini, hal ini karena didukung oleh masyarakat yang kooperatif terhadap program pengelolaan pelestarian hutan. Misalnya jika ada kegiatan yang mencurigakan di kawasan hutan, maka secara rahasia dilaporkan oleh masyarakat kepada petugas jagawana.
Kondisi musim yang tidak menentu tidak begitu berpengaruh. Pada umumnya mata pencaharian sebagai buruh pemetik teh, maka bertani dan bersawah merupakan alternatif lain yang digunakan sebagian kecil warga dalam mencari nafkah. Hal ini disebabkan karena terbatasnya akses masyarakat untuk membuka lahan dan sepanjang pukuk 06.00 – 14.00 WIB masyarakat berada di perkebunan.
Masyarakat menggunakan peralatan teknologi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial. Televisi, radio, maupun ponsel bukan merupakan hal baru. Petani menggunakan traktor yang disewa untuk membajak sawahnya. Karena hubungan masyarakat lokal dengan para wisatawan yang sering berkunjung mengubah pola pikir yang kini terlihat sedikit mengikuti gaya “ke-kota-an”. Pada waktu proses wawancara saya selaku surveyor memakai Bahasa Sunda halus untuk berkomunikasi. Berdasarkan pengakuan salah seorang responden saat diwawancara, lebih nyaman menggunakan Bahasa Indonesia dibandingkan dengan Bahasa Sunda. Selain itu, untuk beberapa orang tertentu sudah tidak asing lagi menggunakan gaya bahasa ilmiah.
Dari hasil wawancara, masyarakat terkadang kekurangan karena jumlah pegeluaran lebih besar dari pendapatan keluarga. Untuk beradaptasi dengan kondisi demikian masyarakat dari dulu berpola hidup sederhana. Ketimpangan atau perbedaan kepemilikan sumber daya tidak mencolok, terlihat dari tipe dan kebiasaan penduduk yang merasa bahwa semua masyarakat sama saja. Namun ada satu KK yang paling “sugih” dengan rumah permanen dan memiliki mobil pribadi.
Berkat pelatihan dan beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat luar (wisatawan), selain menjadi buruh, masyarakat di sini berkesempatan menjadi Guide dan menjadikan rumah masing-masing menjadi homestay. Musim kunjungan wisatawan lokal antara bulan Juni sampai Januari, sedangkan wisatawan mancanegara dari bulan Juni sampang dengan Agustus. Tarif homestay antara Rp.70.000-Rp.100.000.-/hari.
Sebagaimana pada umumnya di perkampungan, masyarakat Citalahab masih mempertahankan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan saling membantu antara yang satu dengan lain. Seperti dengan adanya dana sosial dalam bentuk “perelek” dan kerja bhakti pembangunan jalan setapak. Seperti yang dituturkan oleh para warga, kadang jika kondisi keuangan keluarga sedang menipis, maka meminjam ke keluarga dan tetangga yang lain adalah sesuatu yang biasa. Bahkan tidak sedikit yang menghutang keperluan sehari-hari ke warung sekitar.
Konsistensi masyarakat dalam perlindungan ekosistem di TNGHS memang sangat besar. Aturan yang ketat dari pemerintah dan dampak positif langsung yang dirasakan masyarakat membantu menjaga keberlangsungan kehidupan hayati di taman nasional terluas di Jawa ini. Kemiskinan dan penetrasi budaya kota yang materialis sudah mulai tumbuh seiring ramainya peminat ekowisata. Hal ini merupakan salah satu faktor kunci yang membentuk pola kehidupan masyarakat Citalahab dalam beradaptasi dengan alam, kebutuhan, dan perkembangan zaman.

Senin, 15 November 2010

Gambar Kehidupan Kampung "GURANDIL" di Kawasan TNGHS Wilayah I Lebak-Banten



STRATEGI ADAPTASI EKOLOGIS TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN
DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
WILAYAH I LEBAK-BANTEN

(Catatan Hasil Penelitian)

Moh. Muzayyin

Tanggal : 07 September 2010

Desa Ciladaeun adalah sebuah desa yang terletak di sekitas TNGHS. Dengan luas sekitar 734 Ha, kurang lebih 25%-nya masuk ke dalam taman nasional. Jumlah penduduk 2917 dengan 676 KK. Tingkat KK miskin cukup tinggi, yaitu 315 KK-hampir setengahnya (sumber: Kades)
Dengan berlokasi di Kampung Ciladaeun, 3 orang responden pada dasarnya mempunyai pengalaman menjalani kehidupan sehari-hari yang sama. Oleh karena itu, informasi-informasi yang didapat mempunyai kesamaan satu dengan lain.
Rata-rata penduduk makan 2-3 kali perhari. Adapun yang 2 kali adalah karena tergantung dengan kesibukan pekerjaan masing-masing. Dengan segala kesederhanaan lingkungan kampung, responden dapat menghidangkan telur 1-2x/minggu, tanpa dapat menyediakan daging maupun ikan. Adapun ikan hanya sebatas pada ikan asin yang harganya murah. Selain itu responden mengonsumsi sayuran sebagai pelengkap gizi keluarga.
Kondisi rumah seorang responden adalah rumah yang berlantai dan berdinding dari anyaman bambu. Dengan kondisi dalam rumah yang kurang tertata sehingga menambah kesan sangat memprihatinkan. Keluarga ini termasuk dalam KS 3. adapun kondisi kediaman dua responden lainnya adalah semi permanen berupa lantai semen dan dinding bata yang tingginya sekitar 40 cm. Sisanya adalah berdinding papan yang sudah tidak terlihat warna catnya. Dari ketiganya, berdasarkan perhitungan, luas ketiga rumah tersebut tidak memenuhi batas persyaratan, yaitu kurang dari 8 m2.
Masyarakat Kampung Ciladaeun sudah meskipun berada di pelosok tapi sudah menggunakan fasilitas kesehatan modern, seperti jika ada anggota keluarga yang sakit maka dibawa ke balai pengobatan atau diobati dengan obat-obatan kimia yang tersedia di warung terdekat. Ada sebagian warga yang selain menggunakan jasa dokter juga meracik ramuan sendiri yang bahannya di dapat dari talun dan hutan namun hanya sebagian kecil saja. berdasarkan hasil wawancara pun dikatakan bahwa cara pengobatan disesuaikan dengan situasi keuangan dan seberapa parah penyakit yang diderita.
Berkaitan dengan sandang atau pakaian yang dikenakan, responden menjawab kadang-kadang membeli baju, itupun jika mempunyai uang, kalau pun tidak, yang diusahakan terlebih dahulu adalah anak-anak.
berdasarkan
Semua kriteria responden adalah berpendidikan sampai SD bahkan ada yang tidak sampai tamat. Oleh karena itu dalam hal kemampuan baca tulis latin, responden sebagian ada yang sudah bisa tapi sebagian yang lain mengaku masih tersendat-sendat. Yang perlu ditekankan adalah bahwa dalam setiap keluarga atau rumah pasti ada kemungkinan terdapat orang tua yang tidak sekolah sehingga hal ini dapat membuat hasil penelitian menjadi sedikit kabur.
Dari ketiga keluarga yang diwawancarai, terlihat fakta bahwa anggota keluarga tidak ada yang meneruskan pendidikan sampai SMP, dan kebanyakan adalah tidak tamat SD. Anak yang berusia sampai 12 tahun hanya dicukupkan sampai sekolah dasar saja. sedangkan yang berusia 15 tahun ke atas sudah mulai bekerja membantu orang tua, diam di rumah, dan ada pula yang bekerja di kota besar namun bergerak pada bidang nonformal yang tidak tetap.
Pengajian dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu pengajian kaum ibu, kaum bapak, dan anak-anak. Berkaitan dengan nilai-nilai religius, dari beberapa orang yang ditemui oleh penulis, masyarakat setempat melaksanakan ibadah tidak teratur, meskipun bulan Ramadhan tapi masih orang tua yang tidak berpuasa.
Dari ketiga keluarga, tidak ada yang mempunyai tabungan di bank, adapun mengenai celengan atau uang simpanan kecil para responden memberikan informasi yang tidak jelas. Karena berdasarkan pengakuan dari semua responden menyatakan kesusahan dalam mengelola keuangan karena pendapatan dari mata pencaharian pun terkadang tidak mencukupi kebutuhan.
Meskipun serba kekurangan, masyarakat kampung ini berusaha untuk mengeluarkan “perelek” sebesar 1 liter yang ditampung di Sekretaris Rukun Tetangga.
Fasilitas penerangan adalah dari hasil “nyolok” yang dialirkan ke beberapa rumah. Selain itu masyarakat menyelang air. Pun berkaitan dengan fasilitas air bersih, masyarakat menyelang. Selain itu adaptasi terhadap perkembangan teknologi alat-alat rumah tangga tidak merata. Televisi, radio adalah peralatan elektronik yang terlihat selama penelitian.
Pekerjaan pokok para warga kampung adalah buruh, bertani dan berkebun. Mayoritas penduduk di sini adalah menanam pisang dengan jenis yang berbeda-beda. Adapula yang terlihat lalu-lalang membawa kayu dan menjemur padi. Lahan padi memang terlihat di beberapa titik. Dengan semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat dalam penggalian emas, pada kaum pria bekerja menjadi gurandil di penambangan liar yang ada di kawasan TNGHS.
Desa ini termasuk kawasan yang rawan dengan konflik vertikal antara masyarakat dengan pengelola TNGHS. Oleh karena itu informasi yang berkaitan dengan mata pencaharian sebagai “gurandil” sangat sedikit sekali. Bahkan terkesan menutupi bahwa ada praktik ilegal penggalian emas di TNGHS oleh masyarakat. Bahkan seorang KK hanya berujar bahwa jika sedang mencari emas tidak tahu apakah lokasi penggalian itu di dalam atau di luar TNGHS. Hal ini membuat “blur” karena kemungkinan responden tidak mengatakan yang sebenarnya.
Untuk rumah yang berada di dekat aliran sungai dalam beberapa bulan belakangan ini sudah terjadi banjir sebanyak dua kali.
Karena bertani pisang adalah kebanyakan yang digeluti penduduk, oleh karena itu berdasarkan penuturan responden merasa sedikit terpengaruh dengan berubahnya musim menjadi tidak menentu. Penduduk menanam padi 2x dalam setahun. Namun kebanyakan karena letak sawah berada di kaki bukit, maka pengairan didapat dari selokan biasa yang mengalir dari hutan.
Aplikasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari memang sudah cukup baik untuk ukuran kampung, ini terlihat dari adanya ponsel, televisi, rice cooker, penggilingan padi dan lainnya. Adapun berkaitan dengan perbedaan kepemilikan sumber daya memang terlihat adanya ketimpangan antara yang mampu dan kurang mampu. Ada penduduk yang hanya mengandalkan penghasilan dari bertani biasa dan adapula yang bertambang emas. Pada umumnya yang mempunyai pekerjaan “gurandil” memiliki penampilan fisik rumah yang lebih tertata apik dibanding dengan lainnya. Bahkan ada yang mempunyai bangunan permanen mewah. Selain itu ada pula yang menjadi TKI di luar negeri.
Dalam gaya hidup dan kebudayaan, para penduduk sebagian ada yang mulai mengikuti penampilan ke-kota-an, hal ini sangat terlihat jelas terutama pada orang pria-wanita yang usianya masih muda.
Kerjasama dan gotong royong masih ada dan terus dilaksanakan oleh para penduduk. Sikap senasib dan sepenanggungan ini terutama terlihat dari penuturan responden yang menyatakan masih seringnya terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan.
Ada sebagain penduduk yang menggarap tanah bengkok untuk di kelola dengan sistem paro. Selain itu tanah bengkok juga ada yang dibangun perumahan penduduk. Tiap keluarga membayar uang sewa per tahun atau jika tidak dalam bentuk uang maka disubstitusi dengan beras atau padi.Kerjasama menjalin hubungan dengan pedagang sangat kuat.
Dalam sistem pengaturan hutan, pada umumnya penduduk mengetahui letak TNGHS. Area pertambangan emas liar tersebar, dan ini tentunya ilegal secara hukum. Kepala Desa pun membiarkan hal itu terjadi, karena pertimbangan bahwa jika mereka dihentikan akan bagaimana dengan pendapatan nafkahnya. Entah sengaja berbohong atau tidak, ada responden yang mengaku apakah galian emas yang dia ambil apakah termasuk ke dalam TNGHS atau tidak.